“
Berapa jumlah guru yang masih hidup ?” Kaisar Hirohito. Demikianlah kutipan
pernyataan sang kaisar pasca pengeboman Hirosima dan Nagasaki oleh Amerika
Serikat dan sekutunya saat berlangsungnya Perang Dunia II 1945. Sebuah
pertanyaan yang mengandung makna akan arti pentingnya pendidikan dalam membangun
sebuah bangsa. Tetapi, terkadang atau bahkan cenderung kita hanya terpaku pada
kesepahaman itu saja. Kita cenderung diam tanpa adanya tindakan nyata.
Sikap yang seperti inilah yang
akhirnya memunculkan keprihatinan akan perkembangan pendidikan di republik ini.
Benar telah banyak program yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas
pendidikan itu sendiri. Tetapi pada kenyataannya program luar biasa tersebut
cenderung berbanding terbalik dengan apa yang menjadi harapan. Pertanyaannya
adalah kenapa hal ini sampai terjadi? Harus diakui bahwa belum semua kebijakan
dari pemerintah itu tepat sasaran. Hal ini tercermin dari hilangnya tujuan
dasar dari pendidikan itu sendiri. Dimana pendidikan itu seharusnya adalah
menyiapkan manusia- manusia Indonesia yang mampu berjuang serta terlibat dalam
sebuah karya nyata bagi kemajuan bangsa ini. Bukan malah mencetak pejabat-
pejabat yang korup, geng motor kriminal, teroris dan berbagai profesi tercela
lainnya.
Perlunya
Konsep yang Jelas
Setuju atau tidak setuju harus kita
akui bahwa konsep pendidikan kita masih belum jelas. Ketidakjelasan konsep
inilah yang memicu rancunya kurikulum pendidikan di Republik ini. Sederhana saja
ketika ada kecenderungan memasukkan apa saja yang dianggap perlu tanpa
pertimbangan sesuai kebutuhan pembelajaran. Maka, akibatnya adalah akan terjadi
beban yang berlebihan bagi anak didik. Dimana ketidakseimbangan antara bahan
yang diajarkan dengan kemampuan anak didik dan fasilitas penunjang akan
menghasilkan dampak negatif bagi pengajar dan anak didik. Akibatnya, apa yang
didapatkan anak didik tidak sesuai dengan yang diharapkan oleh kurikulum.
Untuk itulah, diperlukan rumusan
atau konsep yang jelas tentang pendidikan ini. Sehingga mampu menjadi penunjuk
arah bagi perkembangan pendidikan kedepannya. Arahan yang jelas tentunya akan
mengembalikan apa yang menjadi tujuan semula daripad pendidikan itu. Konsep
pendidikan yang jelas tentunya akan berdampak positif bagi perbaikan seluruh
sendi- sendi yang memiliki peran masing- masing bagi perkembangan pendidikan
itu sendiri. Dalam artian dengan adanya arahan ini akan menjadi acuan bagi
perbaikan infrastruktur, peningkatan kualitas tenaga pengajar hingga pemerataan
fasilitas pendukung pendidikan.
Pentingnya
Pendidikan Karakter
Ketika kita mengimani bahwa
pendidikan adalah simpul dari perubahan habitus. Itu artinya kita harus sepaham
bahwa pendidikan merupakan tonggak utama dalam perkembangan dan pembentukan
kepribadian. Lalu, ketika kita menilik kembali dengan moral manusia di republik
ini yang tidak jauh- jauh dari perilaku korup, kriminal hingga kenakalan
remaja. Pertanyaan sederhana, adakah yang salah dengan pendidikan kita?
Kesalahan ini memang bukan semata-
mata karena rendahnya kemauan untuk bekerja secara maksimal. Tetapi ini
merupakan bagian dari pola pikir yang terlalu sempit, cari mudahnya saja serta
keinginan mendapatkan sesuatu dengan cara instan yang sepertinya telah menjadi
kultur dalam sistem pendidikan kita. Sehingga mengakibatkan pembohongan dan
manipulasi dimana- mana, skripsi dijokikan, pembelian izajah, tawuran antar pelajar, yang akhirnya
menimbulkan keprihatinan di mata masyarakat. Sungguh miris memang, dunia yang
menjadi tumpuan akan terpeliharanya nilai- nilai kejujuran dan susila akhirnya
tergerus zaman yang penuh kemunafikan.
Seorang Pedagog Jerman, FW Foerster
(1869- 1966) adalah pencetus pendidikan karakter yang menekankan dimensi etis-
spiritual dalam pembentukan pribadi. Dimana tujuan dari pada pendidikan
karakter tersebut adalah untuk pembentukan karakter yang terwujud dalam satu
kesatuan esensial si subjek dengan perilaku hidup yang dimilikinya. Foster
berasumsi bahwa karakter adalah sesuatu yang mengualifikasi seorang pribadi.
Karakter menjadi identitas yang mengatasi pengalaman kontingen yang selalu
berubah. Dari kematangan karakter inilah kualitas pribadi diukur. Untuk
membantu memperjelas pemahaman akan pendidikan karakter ini, Foster
mengemukakan empat ciri- ciri pendidikan karakter. Pertama, keteraturan
interior di mana setiap tindakan diukur berdasarkan hierarki nilai. Nilai
menjadi pedoman normatif dari setiap tindakan.
Kedua, koherensi yang memberi
keberanian, membuat seseorang teguh pada prinsip. Sikap ini merupakan sebuah
keutamaan (cardinal virtue) yang butuh pengolahan yang tidak singkat. Ketiga,
otonomi. Pada butir ini seseorang mengiternalisasikan aturan dari luar sampai
jadi nilai-nilai bagi pribadi. Orang yang mencapai butir tiga ini adalah
orang-orang yang prinsipil. Keempat, keteguhan dan kesetiaan. Pada butir ini
orang akan mencapai komitmen dan mempertahankannya karena dianggap baik. Orang
bahkan rela berkorban demi komitmen yang mulia itu.
Melalui pemahaman akan arti penting
pendidikan karakter tersebut. Kita mengharapkan bahwa kelak lembaga pendidikan
di republik ini akan mencetak manusia- manusia yang humanis, bermoral dan
memiliki rasa tanggungjawab akan masa depan bangsa ini. Dengan demikian, bangsa
ini akan terhindar dari perilaku- perilaku korup, munafik dan penuh kebohongan. Salam!
Comments
Post a Comment